Info
Loading...

Belajar Ikhlas

0
Minggu, Juni 24, 2012

Seketika sebuah pertanyaan ngelantur keluar dari bibir seorang akhwat saat berbincang tadi siang dalam sebuah forum ukhuwah. “Jadi apakah kita masih bisa ikhlas ketika kita telah banyak tersakiti, lalu orang yang menyakiti kita dengan gampangnya meminta maaf dan kita terpaksa memaafkan?”

Seketika diri ini kembali termenung dan berpikir jika saat ini istilah ikhlas mengalami deskontruksi definisi dari pengertian awalnya. deskontruksi itu tentu memunculkan berbagai macam pertanyaan yang kemudian berimbas kepada hakikat dari ikhlas yang sebenar-benarnya.

Ikhlas itu saat ini mensyaratkan kepuasan naluriah seseorang dalam memenuhi hasratnya. dalam perspektifnya, jika hasrat tersebut tercapai, barulah ia bisa ikhlas dengan segala perbuatan yang telah dilaluinya. Sebagai contoh, ketika kita disakiti kita tidak akan pernah ikhlas sebelum kita membalas dengan setimpal. Itulah hipotesa yang berhasil disusun oleh masyarakat banyak dalam memahami dan mengaplikasikan keikhlasan tersebut dalam kesehariannya.

Padahal dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama berbeda redaksi dalam menggambarkanya. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.

Dengan menimbang pengertian ikhlas dari perspektif ulama, makan dapat disimpulkan bahwa ikhlas yang hakiki hanya ditujukan kepada Allah SWT, bukan yang lain. ditujukan kepada Allah berarti kita ikhlas terhadap semua ketetapannya. kita hanya memilih perbuatan yang paling sesuai dengan hukum syara dalam menyikapi ketetapan tersebut.

Sebagai contoh, ketika kita tersakiti kita diberi dua pilihan. membalas atau memaafkan. Kita yang tersakiti merupakan sebuah qadha atau ketetapan Allah yang telah tertulis di lahul mafhudz, kita tidak perlu bertanya-tanya mengapa Allah menetapkan seperti ini atau bahkan sampai menyalahkan Allah. yang perlu kita lakukan adalah ikhlas dengan ketetapan ini dan berkhusnudzan kepadaNya.

Kita tinggal memilih tindakan apa yang akan kita lakukan atas ketetapan ini. antara membalas dengan setimpal (yang sesuai dengan syariat) atau mendapatkan kemuliaan yang lebih dengan memaafkan. Karena itulah bentuk ikhlas yang sebenar-benarnya. wallahu a’lam bishawab.

About the author

Bukan siapa-siapa, cuma seorang pemuda yang hobi ngobrol dan berenang. Sekarang ini sedang sibuk memandang awan yang bergerak lambat

0 komentar: